Selasa, 17 November 2009

Cinta Separuh



jalanmu lebih mudah bila tak ada beban kutimpakan padamu

menetak kedua bilah kakimu pada seonggok kayu lapuk

langkahmu pasti jauh mengelebat lesat menjauh dan lari
tanpa aku memegangi tanganmu menarikmu masuk
ke tubuhku, ke lukaku ke perihku

kau akan kehilangan waktu, mencari jeda, merunut tanda baca
lambat laun kan merapuh seiring titi pijak menggugup tanpa gegap

jadi biar ku biar kepak pijar pendar menjauh
mematai sia-sia, menunggu adalah jawab sempurna

: cinta separuh yang tak pernah utuh

Senin, 16 November 2009

13 Oktober 2009 : Bandara


berapa lorong kau pinta jadi saksi
beku diami otak-otak karang

sepanjang jalan muara koper-koper berpulang
gerai rambut yang basah sekedarnya
bahkan kaki-kaki kita masih terdiam
enggan menjangkar dermaga hati satu sama lain

plang besi itu bisakah kau cerabut?
koridor pintu sanggupkah kau pecahkan?
manekin-manekin berseragam penurut aturan
karcis-karcis pemisah
roda-roda troli bagasi
adakah peniadaan?

dan
lambaian tangan
tarikan badan
kecup perpisahan
simpan di saku bajumu
dekat dadamu
agar ku selalu dengar debarmu

tak mungkin aku abai
kata kembali

entah
berapa surat rindu terkirim
sampaikan kabar
sampai terlunasi janji

aku masih akan selalu sayang

*20:10



Do'a : Menanti Fajar


dan inilah yang disebut pemberhentian
mata-mata nyalang lelah
menanti rebah mencari peluk
nyata hilang terhempas
kelam memeluk lensa terpejam

dan ingat malam-malam sepertiga akhir
mencari penengah penat dan duka
bahuMu Maha Lapang
tak pernah penat menampung

ayat kalimat sajakmu mengalun
terbata aku eja
padaMU terimakasih karena membawanya

dan itu baju zirah keemasan
penanda fajar jingga keesokan
Kau kalungkan kemudian setelah sujud pertama
dan tunai bertawadlu'
biar kantuk dan dingin yang memeluk
karena lukaku abadi menunggu Kau obati

: putusanMU


Sby, 141109

Pada Setiap Gerimis


: lelaki yang mencintai gerimis

bukankah pada setiap gerimis diam-diam itu
luka urai dari kelopak mata
gerai titis terserap tanah
jatuh menitik laut

bukankah pada setiap gerimis diam-diam itu
rindu ilalang terbasuh
dan padang stepa bersemi
kuncup bunga rekah kecup langit

bukankah pada setiap gerimis diam-diam itu
tulus do'a peminta hujan luruh
sabda alam menjawab harap
itu suci, bukan?

menderaslah saja hujan itu
membebaskanmu
menghidupkanmu
melepaskan bebanmu

nanti di suatu ketika,
cahayaku datang menghangatkan
kita bersama melukis garis

: pelangi

Sby, 131109


Skenario : Jingga


kita berdiam di punggung belahan bumi berbeda. namun aku selalu menunggumu. aura mu mengkelebat jalang, sembunyi antara rerimbun fajar luruh. aku menjerang pagi dan kau masih setubuhi malam

kita berdiam di punggung belahan bumi berbeda. namun aku selalu menunggumu. temu kita sujud pertama menetak harap sepertiga malam terakhir. sirap subuh belum terungkap. aku tahu kau lelah menungguiku. lelaplah sejenak. pendar cahayaku biar selimuti raga dan bilah kecup mengantar ke awang-awang

kita berdiam di punggung belahan bumi berbeda. namun aku selalu menunggumu. senja esok kita bertatap muka, menukar peluk saat membuka mata. kubangunkan kau kembali jingga...

: senja dan fajar jadi milikmu


sby, 131109

Senin, 09 November 2009

Andromeda dalam Legenda


: Perseus

Seikat rindu tertaut pada batu-batu laut
Menetak kuat hujam mencengkeram dalam
Rantai-rantai kuning membebat

Karangmu adalah diam, Perseus
Dan aku masih tak mengerti

Itukah Medusa
Mematok kita pada kenangan
Menanda kita pada jeda

Rantaiku adalah dendam, Perseus
Dan aku masih tak mengerti
Dendam atas luka
Dilaburkan Phineus rajam nadiku
Aku bukan benda, bukan?

Itukah Medusa
Patok yang membelit rumit
Menghadang rintang langkah kita

Temui aku disini, nanti
Jangan sekarang
Tunggu sebentar lagi

Ini Novemberku
Tak seorangpun aku rela mengusik
Sinarku, kerlipku, pendarku

Tiga gugus penanda itu
Kata, suara, cita belum tertunaikan
Ini bulan tahbisku
Atas putra dewa, mengangkatku jadi rasi

Temui aku nanti, Perseus
Agar Poseidon tak curiga
Mengutus Gorgon menghabisi

Mungkin dengan perisai cerminmu
Kau bisa berkaca pada diammu
Dan pedang berlianmu
Membebaskanku dari rantaiku

Dan bebaskan aku dari batu laut
Menawanku pada satu rindu
: Perseus, gapai aku

Sby, 031109

Lelaki Hujan dan Laut


laut selalu menjarah pilumu dengan peluk rindu. dan kau tak pernah menengok ke belakang. ah... bukankah laut adalah arah belakang? jadi bila kau menengok ke belakang laut, seharusnya kau telah menghadap ke depan?

lihatlah!
bila kau menanti laut menelanmu hidup-hidup, aku akan berdiri di belakangmu. menarikmu sejauh aku mampu, mencegahmu larut.

wahai lelaki bertopeng hujan, timpakan saja hujanmu padaku. laut terlalu sering membuang sia, sementara aku di sini menanti hujanmu. bukankah menjadi tak sia-sia?

Minggu, 01 November 2009

November yang Selalu Tak Sama



entah 

mungkin hanya angka yang akan aku tiduri malam ini. kata telah tenggelam di kolam dengan bayang bulan penuh bundar tergambar. tak ada seulas senyum, tak pun tetes rimbun air mata menitik membentuk hujan baru

november selalu tak sama,
bukankah itu bulan kita menaut nama? nama itu merangkai kata yang kita beri penanda. tapi tentu saja itu terserak pada jalur gemintang yang selalu berubah sesuai edar. tak ada yang sama. tak pun rasaku.

entah
mungkin hanya wajah serupa raut yang memucat tak merasai apa-apa, selain layar yang berkedap-kedip nyalang mencari bayang kemudian hilang. seperti laut yang kau puja menyentak karang hempas, hanya terkikis dan tak goyah. dan aku bukan laut, aku manusia tak tegar seperti laut menaungi kelok keluk gelombang, ayomi tripang dasar lautan.

november selalu tak sama,
bila hari ini ada cerita yang berbeda, aku yakin akan seperti itu di tahun berikutnya. dan canda kita hanya seperti gelitik angin pada ilalang, mungkin mampu menyentuh pucuk-pucuk. namun angin selalu menyerahkan benang sari pada putik. tak akan angin khianat setubuhi sendiri alur itu.

entah
dan seperti perjalanan kita yang tak tentu awal tak tahu akhir. biarlah larut pada nyanyian racauan penghujan yang belum datang. aku yakin hujan pasti datang. namun mungkin aku salah membacai musim, salah menera masa berbunga. dan kelopak-kelopak telah berguguran kering, sebelum hujan datang. panas dan tak terselamatkan.

november selalu tak sama
dan biarlah menjadi seperti itu, karena hujan di bulan apapun akan tetap masih selalu ditunggu. kemarau pun masih menyajikan janji tak akan jadi perkasa. bukankah november selalu menyisakan sesuatu yang menakjubkan? setelah keberanian yang diumbar di september, kini adalah masa membebaskan...

maka, 
aku menjadi tak peduli akan seperti apa, pada cuaca, pada kata, pada langit dan pada bumi yang datang di bulan november. apapun itu, terimakasih karena mereka membuat gantungan-gantungan bajuku penuh, saputangan-saputanganku tidak percuma, tungku-tungku ku mengepul air matang yang dijerang dari sumber api matahari.

dan, tentu saja masih...
seperti setiap kedatangan november yang selalu tak pernah sama. cinta datang dan pergi tak pernah sia-sia