Sabtu, 17 September 2011

Saga Membilang Menua

: SaGa


Kepada kolam kutanyakan kabar seorang lelaki yang kerap kali memantulkan bayangan wajahnya di tepian. Suara tanya yang kembali tercekat angin dan dilemparbumbungkan lagi di kedalaman kerongkongan. Maka, suara-suara itu tenggelam hilang sebelum mencapai permukaan kolam.


Kepada pagi kutuliskan prasasti atas terbitnya kembali rasa untuk seorang lelaki yang kerap kali menggambar jejak lintas edar saga tatkala fajar tiba. Prasasti rasa yang terlanjur memucat dihempas tintrim kabut. Maka prasasti itu lampus terhapus sebelum menggores kanvas cakrawala.


Kepada waktu empat musim yang sia-sia kugambarkan rindu menemu jejak peta perjumpaan untuk seorang lelaki yang kerap kali lupa akan asal muasal, ia tak lagi berbapa dan ketiak ibunya terlanjur sedingin samudra. Entah berapa depa mengantara dan garis tuju yang pernah kita arung seakan terhapus setiap musim.


: sajak.

Kangen (yang Biasa)

: SaGa

apakah surga mempunyai nama?
langit-langit di atasnya warnanya apa?
apakah sehijau beludru sajadahku?
ataukah sebiru jubah gembalamu?
Tuhan apakah lupa memberi sekat
ataukah ia ingat?

dunia bahkan tercipta dengan dinding beku

apakah rahim mempunyai pembeda?
dari kelamin mana janin bermuasal
benih yang suci mempunyai label di kening
nutfah bahkan tak mengerti
dari saripati tanah mana ia berasal
apakah gaza, atau piazza
apakah mekkah, atau roma
apakah india, atau srilanka

belati telah siap mengincar kening-kening
salah kamar menjelajah ruang-ruang sepi

di belahan manapun aku menemu

Kau kekuatan
Kau kelemahan

dan ini sajak kangen yang terlanjur biasa
entah padaMu, atau padamu?

Sby,060911