Sabtu, 17 Juli 2010

Sebuah Catatan : Rangkuman berita koran rindu



berita pagi ini adalah berita tentang aku, isi otakku dan kenangan tentangmu. lima halaman dan tak banyak.

halaman pertama berisi tentang ;
sebuah berita peringatan celaka. ini sebuah kesalahan, kau telah memampatkannya dalam ruang tabung gas rindu. maka menyesaklah aku terkurung disana, mengangan disitu. jangan salahkan aku kalau tiba-tiba rindu itu bisa terpicu kemudian meledak akibat kau tak mampu mengamankannya dengan hadirmu.

betapa berat menanggung beban rindu tiga kilogram di otakku dan dua-puluh-lima kilogram di dadaku. tak usah kau sangsi atas neraca isi gas rindu itu, kesemuanya asli tak sedkitpun aku berniat mencampur dengan sumpah serapah basi tentang janji palsu atau rayuan seribu tiga. kau yang lebih tahu aku tak lebih pandai merayu daripadamu.

halaman kedua berisi tentang ;
harga yang semakin meninggi bahkan untuk seporsi soto ayam dan bila kau masih kelaparan dan ingin menyantap tandas sepiring gado-gado kita mesti berkorban menangguk saku lebih dalam lagi daripada terakhir kau mentraktir ku di sebuah warung sederhana sebuah kompleks perumahan dekat sekolahan. harganya sudah naik beberapa keping mata uang daripada dahulu...

dan ah... rupanya harga perhatianmu pun ikut-ikutan terkena inflasi, sama seperti seporsi soto ayam dan sepiring gado-gado yang bahkan setakir kecil sambalnya sudah tidak terasa pedas lagi akibat harga cabe yang sudah sangat melambung tinggi.

halaman ketiga berisi tentang ;
ancaman teror yang kau bawa. serupa dar-der-dor pasukan pamong praja yang akan mengejar-ngejar pedagang kali lima saat mereka menyuapkan beberapa bulatan-bulatan pahit hasil ia mengais debu jalanan. sekejam itukah bayang wajahmu sehingga sanggup meneror lelapku?

kenangan yang senantiasa memburuku di setiap jengkal ruang yang kita habiskan bersama, meski dalam waktu yang sesingkat-singkatnya seperti kata bung karno bilang dalam teks proklamasi negeri kita.

aku tak mau yang sekedar sesingkat-singkatnya, tuan...

sung-guh...

halaman keempat berisi tentang ;
sebuah sketsa insan yang tak harus dicampuri urusan perkelaminannya dalam tayangan-tayangan investigasi. ah... apakah mereka yang menonton tengah dingin dengan pasangan masing-masing? sehingga perlu dihangatkan dengan tayangan seksi yang mereka kata pornoaksi?

kalau benar, tontonlah kumohon sesekali. siapa tahu tayangan itu bisa menghangatkanmu. jangan bilang aku seronok. kau sama sekali serupa dengan karang es yang membisu. sama dan tak sejengkal pun beda.

halaman kelima yang adalah halaman terakhir berisi tentang :
sebuah berita ringan tentang berita perjalanan, mengunjungi kota-kota asing. kau tahu, perjalanan itu mengingatkanku pada sekelumit perjalanan singkat kita. menyinggahi beberapa titik untuk sekedar memberi penanda. ya... di kotaku.

kau tahu, bahkan kota ini menjadi kota yang aku takuti. aku takut mengejar harapan-harapan itu. harapan itu bisa sangat menyembuhkan, menyempurnakan tapi lebih sering membunuh mematikan. untuk itu aku ingin mengunjungi sebuah negeri yang asing saja, hanya menjadi seorang pejalan membawa bekal tak seberapa, secukupnya saja. menerbang-bebaskan gelembung-gelembung harapan yang sudah cukup lama kuperam di kepala...

sung-guh...

aku hanya ingin membebas-lepaskan segala kenang-bayang tentangmu...

kututup koran pagi itu,
Tuhan, bisakah takdirMu kucurangi? Agar jalan hidupku menemu muara padamu, dan begitu juga mu padaku...

Selasa, 13 Juli 2010

Kepada Kenang : Ruang yang Mengurungku


dari ruang penjara rindumu,
aku menatap hujan jatuh luruh.
basah kaca-kaca jendela buramku

selalu saja ada rindu
menggerogoti tulang-tulangku

seperti pengerat yang tak asing
menipiskan lembar demi lembar
keputusan yang kubuat.

aku pertanyakan,
mengapa kau selalu tak pernah asing
dalam ruang kenangku.

kau meninggalkan banyak tanda mata.
serupa luka di dada
jarang-jarang keranjang.

kepada kenangan : kau garami kembali luka itu dengan manis cuka, hujan asam frontal, mendung menggantung beku di sepanjang dermaga penantianku.

Jumat, 09 Juli 2010

Kepada Musim : Sebuah pesan berisi penandamu


: C.I.N.T.A.

sewaktu Ia memilih musim untuk kita, pernahkah mengajak kita bicara? yang kutahu kita hanya bisa terima segala taut yang Ia mau, bukan? ah... jangan bilang malaikat keliru perhitungkan musim. hujan turun dalam gersang nan asing. reranting randu mulai bingung kapan ia memulai merontokkan serat2 halus kapuknya. entah ia harus menyalahkan siapa, karena tak ada angin kering sehembusan pun yang turut di musim yang salah waktu ini. zaman mulai bosan pada lingkaran yang terus saja berputar pada kesamaan edar. antrikan kita dengan serangkaian peristiwa namun tak pernah mempertemukan.

gagapkah waktu membacai rasa kita? ujar yang sepertinya menggagap seketika itu kita mula. sejujurnya aku benci aksi yang kau luncurkan padaku. tik tak yang kemudian sekejap menggagu.itukah yang kau mau? apakah aku kemudian bisa mengulang waktu? netralkan sekelumit rasa tertinggal dalam kalbu.

Rabu, 07 Juli 2010

Sebuah Pesan Hujan yang Tertinggal



siapakah yang akan meninggalkan kemanisan juli? yang bisa kukatakan, “bungkuskan aku sebuah paket tarian hujan terakhir dari bulir ruammu”. “aku bungkuskan sesuatu untukmu”, begitu katamu. “hujan rindukah itu?” tanyaku, namun kau tak juga dapat memastikan.


resap tanah lepas yang terus saja banjir bukanlah hujan rindu, dan kau pun tahu itu. entah itu banjir darah yang alir sungai, atau air kering dari paru-paru yang enggan lagi menghembus uap udara saat aku mendekap-kecupmu. “zahidkan saja semua itu”, begitu katamu dalam bahasa cuaca teramat lirih. “apakah itu yang kau mau?”, gumamku pada usang hujan yang tak mau pergi.

gurauan bisu kita kian membabi buta. ujar yang lebih diam dari sirna derit waktu. sahaja yang lebih syahdu dari sekedar singkap rindu. tahukah kau membusuknya kenangan itu? ia menjelma kerapuhan masa lalu. antarkan saja aku pada pembuangan akhir. nasibku (mungkin) digariskan di situ.



sby, 07072010