Rabu, 13 Mei 2009

Sebuah Surat Teruntuk Lingga


: Jingga


sebuah surat dikirimkan kepada Lingga hari ini. sebelum dibuka amplopnya yang marun itu, ia akan bertutur tentang sebuah kisah yang sangat panjang tentang sebuah kisah Yoni. marun dipetiknya dari darah yang mengalir dari tubuh Yoni, semarun amplop rindu yang terkirim itu.


Yoni patah, berlubang, penuh bopeng, karat, bekas muntah, kencing anjing bernanah penuh luka. kalaupun ada aturan bahwa sebuah Yoni harus lenyap karena dengki yang tertanam pada tanah pekuburan, tentu saja Yoni itu akan berlari menjauh pergi, menceburkan diri dalam pasang, menjelma menjadi karang tempat sarang ikan atau gurita. namun selalu ada bisik yang menjadi kekuatan, sekuat hempasan ombak yang berdebur di bilik hatinya.


Lingga membaca perlahan surat yang diberi penanda oleh Yoni hurufhuruf yang ia jerang dari langit senja, dilabur dengan kuas ilalang dan dihaluskan dengan kapur cadas perih yang lama ia pendam. ia sudah lama menanti perpaduannya setiap hari, jam, menit, bahkan detik. ia takut ketahuan apabila mengambil banyak-banyak. jadi ia cukup mencuri helai-demi helai setiap hari secara berturut-turut.


"Kepada Lingga,
kapan kau menjemputku dengan keranda, dan kukalungkan rindu pelukku melingkarimu rebah pasrah. Dan biarkan tempatmu berdiri sebagai pijakanku, dan tempatmu bernaung adalah langitku.


Kepada Lingga,
jangan lupa ada rindu yang perlu kau bayar ketika aku telah merelakan pelukku di luasan tubuhmu."


dan seperti biasa, Lingga melipat surat beramplop marun itu, kemudian membakarnya tanpa segan di tong sampah.


sby, 140509


Tidak ada komentar: