segaris lintas jarak terlipat satu waktu kau ada di situ, memelukku bening kaca simpan bayang buram kenangan jangkar lengan kau kalungkan kau mendorongku jatuh mendekap kecup kedua pipimu
adakah ini jadi senja yang panjang? dan periode yang tak ingin ku akhiri
jawabannya ada di situ di beku lantai marmer merekam kita kedua pasang langkah kaki melekat hadap
entah mengapa aku menjadi membenci deru mesin bersayap mengantar kepulanganmu
dan segaris lintas jarak terlipat satu waktu aku tak peduli tatap-tatap mata nanar mereka selepas kau pergi hujan jatuh di kelopak mataku tak bisa kutahan
Aku tak pernah tahu kepada siapa lagi hati ini akan termiliki. Setahun yang lalu aku menyusun puluhan bahkan hampir berbilang ratusan surat rindu untukmu. Entah kau membacanya atau tak. Aku tak peduli. dan sampai kini aku masih mengumpulkan lagi dan lagi.
Aku tak pernah tahu kepada siapa lagi hati ini akan termiliki. Dua tahun yang silam aku sama sekali abai padamu. Beberapa surat yang kutahu hanya kukirimkan pada angin. Dulu aku hanya mereka-reka surat-surat itu. Dan setelah aku mengenalmu, membaca seluruh cerita hidupmu aku belajar menulis beberapa pucuk surat untukmu. Beberapa aku kirimkan dengan berani, beberapa kukirimkan padamu tanpa nama, beberapa hanya aku sampaikan pada sahabat karibku, dan beberapa harus ku pendam sendiri.
Aku tak pernah tahu kepada siapa lagi hati ini akan termiliki. Bahkan dalam surat-surat itu aku selalu menuliskan penandamu. Sekadar untuk mengingatkan bahwa tak pernah ada baris kenangan yang putus ataupun terlupa tentangmu. Aku menyebutnya sebagai memoar singkat tentang sebuah ingatan.
Aku tak pernah tahu kepada siapa lagi hati ini akan termiliki. Hanya beberapa tahun aku mengenalmu aku sanggup mengeja beberapa huruf, menerjemahkan bahasa cuaca yang lewat di kotaku. Ketika kau datang padaku beberapa bulan yang lalu, kita merekam beberapa potongan gambar dalam ingatan kita, ingatanku mungkin. Ah benar, mungkin kau juga sudah melupakan.
Aku tak pernah tahu kepada siapa lagi hati ini akan termiliki. Beberapa bulan yang lalu kau membuatku luka nganga. Siapa dia? Namun tetap saja aku tak pernah putus memenggalkan beberapa bait rindu yang tersisa dari beberapa hujan yang kutangkap dari perihku. Aku tak pernah tahu sebenarnya untuk apa. Meski beberapa teman menyarankanku untuk berhenti memikirkanmu, perlahan-lahan mengikis kenangan itu, namun aku tahu dan ku yakin kau pun tahu. Aku tak mungkin pernah bisa.
sebeku itukah hati yang menjadikanmu marmer yang segan melumer? tetap saja menetak diam pada waktu yang enggan berdetik henti pada putaran yang ditetapkan
sebeku itukah perjalanan yang membawa kita pada saling meratap harap pada satu penemuan satu sama lain? dan ujung-ujung jemari masih enggan menyentuh tautkan satu sama lain? tak ada malam-malam berpagut, ranjang-ranjang mati dan ujung-ujung kelim alas tidur yang basah
sebeku itukah kenangan yang selalu mengingatkanku akan rindu pada musim-musim yang selalu berganti, dan cuaca yang selalu saja gemar membohongi setiap perubahan ini? bukankah ada masa saat kita memadu-nyamakan masa lalu yang membelakangi kita dengan luka dan duka yang ku tahu tak pernah henti menggerogoti otak-otak bebal dan lipatan labirin cerita dulu nan kelam?
sebeku itukah otak yang menjalari kerangka kepalamu? tak satupun penanda yang kuberi menjadikanmu membersitkan sedikit arti pada sekelumit kisah yang telah kau bagi lebur bersamaku, atau dongeng sepi yang aku racaukan padamu tentang itu-itu saja dan tak pernah henti kita lumat hingga hari mengakhiri detak usia nya?
sebeku itukah dirimu terhadapku, hingga kau bisa abai atas semua yang kita lalui dan tak sejelarit pun rasa itu merasuk di kedalaman samudramu? atau memang diriku yang terlanjur mempunyai cinta yang membeku terlanjur ku fosilkan pada dinding-dinding rindu yang tak akan pernah dengan mudah terbebaskan atasmu.
Unpredictable, undescribeable.
Sensitip ama orang tapi care. Little bit moody, tapi kalau udah baik sama orang dia nggak pernah menyia-nyiakan amanah orang lain kepadanya