Kamis, 27 Mei 2010

A Lonesome Lullaby


1/
aku dengar detak jantung asing di sela tidurku
ku kira itu suara detak jantungmu
mengendap masuk menghampiriku
namun aku keliru
itu hanya detakku sendiri
bicara atas nama sepi

aku lihat bayangmu dari pantul titik hujan
basah mengembun dingin
meluluh leleh selubungi jendela kamarku
itulah hujanku
luap resah cemas tak henti tak tentu

apakah kau tahu?
kau selalu menyimpan beku sepi
dalam tidurku
dan hujan jadi simfoni

2/

geretak geligi dingin melemahkan raga
lemah lelah kaki tersuruk

memandang cadas bukit
tanpa dasar

aneh
aku menemu pantulan
bopeng wajahku sendiri di dalamnya

bila laut telah luap menampung
titis hujanku ku alirkan ke sini saja?
bukankah seperti itu seharusnya?

ruang kosong itu me-nglegena
menjadi muara jiwa nan sepi
: jatuh tubuh mengecup bumi

3/
langkah bukan lagi menjejak
memaksa daki pecut mengawang

bibir tak henti merapal mantra
tangan membahasa
hati memungkah tabir

bila rasa henti menaut
biar pisah mula turut

Senin, 24 Mei 2010

Mencatatkan Beberapa Kenangan


: kepada pemilik jingga

dan apakah seperti itu kenangan kita?

mengelupas perlahan layaknya dinding di rumah seorang karib yang telah lama ku kenal? dinding itu telah mengukir sendiri jumpa kita, memberi penanda sendiri. dan apakah seperti itu penanda yang kau mau? dinding yang beku memfosilkan jumpa kita?

dan apakah seperti itu kenangan kita?

melayang diterbangkan angin malam? layaknya sorai tembang anak-anak daun, atau rerumput kering yang terserak tak karuan menanti masa menghancurkannya. mengikis segar hijaunya melapuk menanti coklat kemudian terserap menjadi hara?

dan apakah seperti itu kenangan kita?

meninggalkan kaca-kaca bandara merekam dukaku? tak ada yang tersisa, melainkan lelehan air mata yang mengikis serpih-serpih kulit mati di pipiku. tak ada yang tersisa, melainkan lembar-lembar tangan yang mengusap kelopak mataku.

sayangnya, kau terlanjur tak ada di situ. meninggalkan peluk yang karam di ujung langitmu. janji yang terlanjur basi, dan beberapa pesan yang tertulis di halaman-halaman buku.

sby, 25052010

Selasa, 18 Mei 2010

Catatan yang Kucuri dari Senyum Sabitmu


: sekelumit kenangan tentang jingga fajarmu

sepagi ini masih kulihat senyummu di langit kelam. ah... itu hanya senyum sabit yang kebetulan nampang di awang-awang. cuma kebetulan. hanya kebetulan. itu kebetulan saja bukan?

tidak ada yang berubah selain berebet angin yang seperti tak punya tuan. menghembuskan nafasnya perlahan sekehendak hati, sesuka mau. cuma kebetulan. hanya kebetulan.itu kebetulan saja bukan?

mungkin kau masih ingat beberapa sajak yang tak selesai yang kau gantung malu-malu. atau mungkin itu sajak yang sengaja kau gantung sembunyi-sembunyi? kau takut cericit burung mengeriapkan celoteh kabar pada segala penjuru. cuma kebetulan. hanya kebetulan. itu kebetulan saja bukan?

mungkin juga bangku kereta roda empat yang membawa kita masih mengingat hangat celoteh mu? atau tawaku yang memerah semu? mungkin kau masih mengingat pada ramah kusir kita. mengintip dari sela cermin kereta? cuma kebetulan. hanya kebetulan. itu kebetulan saja bukan?

atau... kalau tak juga kau ingat. sebaiknya kita sudahi malam kita. tak usah memasang penanda. tak usah sampaikan pesan apa-apa. tak usah meninggalkan jeda. dan kita biarkan bulan memasung kita pada kelak yang paling sunyi.

sby, 1905010

Senin, 10 Mei 2010

Tunjukkan Aku Jalan Pulang, Sayang




tunjukkan aku jalan pulang, Sayang.

kau gantung lentera merah menyala pada atap rumbia rumah yang kita bangun bersama. tak ada sekat di dalam. hanya ruang milik kita, seperti hati kita menyatu lekat dekat.

tunjukkan aku jalan pulang, Sayang

kau tebar lilin-lilin kecil pada setapak berbatu menuju rumah kita. ah... aroma jalan itu mewangi melati seperti yang aku maui. nyala pelita bertarung sekuat tenaga menahan hempas angin yang iri pada elok kemesraan kita di penghujung senja. sesekali di tiap penanggal bulan, langkah kita diterangi nyalang nyala rembulan yang tesenyum menyaksikan kita.

tunjukkan aku jalan pulang, Sayang

dan syahadat dan sumpah suci dari ujung bibirmu menjadi pelindung kaki-kaki kita melakui kala, melalui bahaya.