Rabu, 20 Januari 2010

Kepada Kecup : Maka, itukah dosa?


: lelaki-ku

maka itukah dosa?

dua bilah bibir senyata parang tajammu meninggalkan penanda rona merah jambu pipiku. penanda kenangan membelah ingatan melupa masa lalu, membuang harap ke depan sesaat.

maka itukah dosa?

dua bilah bibir senyata parang tajammu, ku angan semanis aroma nyalang jalang api merayap. masuki rongga hidung, sedot perhatian, anestesi kesadaran. limbung badan patung terdiam beku sejenak. kaki-kakiku terpaku pada marmer-marmer beku, saksi kau meninggalkanku (entah) sejenak (atau tidak).

maka itukah dosa?

dua bilah bibir senyata parang tajammu selegam ampas kopi dan keluk kelok asap tembakau ringan menyemutinya. akankah rasa manis itu luruh menguar uap diredam lampau, atas pahit yang terlanjur digdaya penuhi paruh besar otakmu. atau tanyakan pada ibumu yang terlanjur menyincip sari patimu terlebih dahulu sebelumnya. menyisir tuju jalur bibirmu dengan mulut sucinya sembari menasbihkan asma-Mu.

maka itukah dosa?

dua bilah bibir senyata parang tajammu melesak mengatakan, sampai jumpa lagi. tak ada rayu, aku bidadari. tapi janji itu membunuhku sejengkal demi sejengkal nyawa yang terukur dari tubuhku, dari kelebatku dan kau hanya tinggalkan janji. itu saja.

maka itukah dosa?

biar Kau hitung segala daya, dan aku menyerah saja. ku hapus dosa itu, menghisapnya, membalas kecup-mu

Minggu, 03 Januari 2010

Pasir Waktu




: lelaki-ku

bukankah pasirpasir itu penghitung waktu
jam-jam tergeletak begitu saja di depan kita?
sebagian besar diseruk dari pantai tak bertuan

apakah kita menggenggam pasirpasir itu sekarang?
kendali atas masa luruh seketika
ataukah pasirpasir itu tak sedikit pun menjelma
sebagian bahkan sedikit saja penera jeda?

mungkin pasirpasir itu salah terpilih
dari ukiran nama yang kubuat beberapa saat lalu
luluh hanyut tergilas pasang

atas nama rindu
biar ombak memata-matai
membawamu pulang ke tanah pesisirku
dan biar pepasir memahat nama kita
melebur memeluk sepiku sementara waktu

03012010

Jumat, 01 Januari 2010

Pada Airmata yang Kubaca dari Ceruk Tirus Tulang Pipimu




: jingga, untuk tanah lantak


pada airmata yang kubaca dari ceruk tirus tulang pipimu
malam menjadikan kau berbeda bukan?
setelah sepagi tadi terjaga terpaksa
kau saksi atas tiada

pada airmata yang kubaca dari ceruk tirus tulang pipimu
bisakah menukar seribu malam bahagiaku
menggantikan malammu saat itu?
puing membeku
alir air melantakkan tubuh nadirmu

pada airmata yang kubaca dari ceruk tirus tulang pipimu
bonggol hati terkeruk habis
indung kelopak kunang-kunang mata meluap kering
ruap gelombang naik tahta menggapai langit

pada airmata yang kubaca dari ceruk tirus tulang pipimu
lembar balai mahligai terlantak jeladri
dan kau mematung
: kuasa-Nya, kita tak dapat berbuat apa-apa

pada airmata yang kubaca dari ceruk tirus tulang pipimu
lentera padam coba lah nyalakan
entah pada jingga yang mana
pada jingga beratas nama sesiapa
pada jingga kala apa

nyalakan,
mungkin dengan kuat tenaga
dari kerlip bintang yang menjagai langitmu
dari embun pucuk-pucuk dedaun
atau, dari hujan yang menanti hangat terikmu

251209

*malam penanda tahun kelima, sebelum sehari lantak